dijatuhi hujan - lagi
Hujan telah terlanjur membasahi diri sampai di pelupuk hati, hingga aku tak sadar berada di pangkal hati yang mana sekarang?
Emang hati punya pangkal? anggaplah ada. Aku menatap dunia ibarat menatap seorang kakek tua yang sedang menunggu akhir dari perjalanan hidupnya, seperti seorang yang berjalan dengan hati yang sesak. Terasa sangat gelap dan berat. Seperti memikul beban yang sebentar lagi bakal jatuh. Se-tragis dan se-dramatis itu? Yah. se-dramatis hujan yang tiba-tiba turun di wilayah timur tengah yang kayaknya langka untuk dihadapi seorang manusia.
---------------
Apa masalahnya? Sini bagi ke gue (Sapa Mario yang tiba-tiba antusias mendengar kisah tragisku)
kamu gak gila kan bro? Kok kayak orang yang gak niat hidup banget?
Aku jatuh cinta. Itu masalahnya.
Loh kok cinta jadi masalah? Bukankah cinta itu anugerah?
Iya, cinta emang anugerah. Namun itu menjadi sumber masalah ketika rasa cinta itu diungkapkan.
Kamu gak bakal ngerti sob, ini soal bagaimana cara hidup sebagai seorang muslim sejati. Dalam ajaran agama islam : Gak ada yang namanya pacaran. Sementara rasa itu telah terlanjur kuungkapkan dan ternyata dia dengan lantang meneriakkannya dengan jelas bahwa ia pun memiliki rasa yang sama. Dan proses pacaran itupun terjadi. Hingga pada hari kedua, tepatnya hari ini, aku merasa sangat menyesal dengan tindak yang kulakukan. Menyesal karena tak mampu menahan rasa ini yang ujungnya berakhir pada dosa yang nyata. Lantas apa yang harus aku perbuat?
Oh My God Edward, emang sampai serumit itu sistem relationship dalam agama lo? Kalo gitu sih, gue juga bingung. Gue sebagai sahabat lo merasa prihatin sekaligus kasihan sama lo yang terjebak dalam lubang yang gue yakin sangat dalam dan susah banget buat naklukinnya. hmm... Gimana kalo kamu putusin aja dia? Beres kan?
Huuftt (mendesah), emang mudah bagi kamu ngomong kayak gitu tapi gimana dengan perasaan aku? Aku sampai bela-belain nyatain cinta ke dia karena gak mau dia dimiliki oleh pria lain. Dengan niat itu, memantapkan pilihanku untuk segera mengajaknya pacaran entah apapun konsekuensinya.
Lah kalo gitu masalahnya. Kenapa gak ngajakin dia menikah aja?
Itu dia masalah selanjutnya, pengennya sih gitu. Hanya saja aku masih terlalu muda untuk menjadi kepala rumah tangga yang notabene belum punya gaji tetap. Kamu tahu kan aku masih berstatus sebagai mahasiswa?
Yowes, putusin aja.. dan bicara baik-baik ke dia, buat komitmen kalo lo bakal nikahin dia setelah lo punya kerja dan gaji tetap. Gimana?
Wah, itu ide yang bagus. Sepertinya itu ide dan solusi terbaik buat aku.
----------
Untuk pertama kalinya aku duduk sedekat ini dengannya tanpa ada seorang pun disekitar kami. Kami pun diam tanpa suara sekitar 15 menit, hanya saling menatap dan tersenyum tanpa berani menyentuh satu sama lain seperti yang sering dicontohkan di film-film layaknya orang pacaran. Aku kemudian berani membuka percakapan.
Fatimah?
Ya (Jawab dia dengan nada santun) kenapa mas?
eeee... ada sesuatu yang pengen aku omongin ke kamu. Ini masalah hubungan kita.
hmm, iya. Emang kenapa dengan hubungan kita?
ee.. Sepertinya tindak pacaran yang kita lakuin ini gak benar. Bukan sekedar sepertinya tapi seharusnya tidak untuk pacaran. Karena dalam islam tidak ada yang namanya pacaran apalagi sampai berkhalawat (berduaan) dengan yang bukan makhromnya.
Lalu, mas maunya gimana?
Gimana kalau untuk saat ini kita nyatakan diri untuk tidak berhubungan dulu?
Maksudnya mas... PUTUS, gitu?
Hmm... Bisa dibilang gitu. Karena aku gak mau merusak massa depan orang yang belum halal bagiku. Aku akan mempersiapkan diri lebih baik lagi agar ke depannya bisa membahagiakan kamu serta anak-anak kita dimana aku sudah punya pekerjaan dan gaji tetap. Mau kan?
Aku gak mau mas, aku gak mau putus dengan mas. Aku takut mas gak bakal balik lagi jadi milikku dan malah memilih wanita lain. Aku gak mau.
Jangan ngomong gitu. Aku yakin kalo emang kamu yang terbaik buat mas, maka kita pasti bakal bertemu dan bersatu kembali.
Mas, jahat. Mas sama sekali gak gentel. Pokoknya aku benci mas (Sambil berlari meninggalkan tempat obrolan mereka).
Pembicaraan mereka pun tak urung usai untuk sebuah kata singkat, SEPAKAT.
--------
Rasa bersalah ini masih juga menggerogoti pikiranku. Aku kemudian berusaha tidak kontek-kontekan (sms / telfon) dengan kesimpulan bahwa kita sudah tidak ada hubungan apa-apa. Namun berbeda dengan Fatimah yang masih menganggap kita pacaran karena kata PUTUS sama sekali belum disetujui antara kedua belah pihak. Sehingga Fatimah masih juga sering menghubungi aku rutin 3 sampai 5 sms setiap hari sekedar mengingatkan "jangan lupa shalat, makan, mandi dsb". Namun tak satupun sms dari dia yang aku balas. Begitu setiap hari. Selama 3 bulan.
Hingga pada suatu ketika, sms dari Fatimah tak lagi mampir di hari ini.
Hari ini.
Pun hari ini.
Sempat membuatku hawatir, jangan-jangan sesuatu telah terjadi pada Fatimah.Namun perasaan itu ku tahan demi tujuan yang sebenarnya yakni bisa sukses dan kembali ke sisi Fatimah.
-------- 3 Tahun berlalu --------
Aku menjadi orang baru dalam perjalanan pendidikanku, kini aku telah menyandang gelar M.Pd dan menjadi dosen tetap di Universitas Termuka di kota kecilku yang bernama Palu. Aku masih ingat dengan janji yang ku buat bersama Fatimah 3 tahun lalu, disini, di kampus yang sama, di tempat ini, di Fakultas ini. Aku masih pada pendirian yang sama untuk menikahi Fatimah setelah sukses. Dan sekaranglah waktunya.
Masih ku simpan nomor HP dan alamat rumahnya untuk mencari jejak keberadaan Fatimah sekarang. Pertama, kuberanikan untuk menelfonnya dan "nomor yang anda tuju salah, mohon periksa kembali nomor tujuan anda". Maybe Fatimah telah mengganti nomor HP-nya. Karena 3 tahun bukanlah waktu yang singkat. Selanjutnya, aku pergi ke rumahnya dengan niat bertemu langsung dengannya, dan apa? Fatimah tak lagi di rumah itu. Setelah menanyakan ke tetangga, akhirnya aku tahu Fatimah sudah tidak di rumah ini sejak 3 tahun lalu. Ya, sejak aku memutuskan hubungan dengan Fatimah waktu itu.
Sekejap terlintas nama Riny, sahabat baik Fatimah. Mungkin aku bisa mencari tahu dimana Fatimah melalui dia. Ku lakukan berbagai cara untuk mendapatkan nomor HP Riny yang ternyata telah menjadi Guru di sebuah SMA di kota Palu ini.
Hari ini, aku bertemu Riny di SMA tempatnya mengajar.
Halo, Rin, kamu apa kabar?
Bae, kamu? Cie yang udah jadi dosen.. Kamu tambah sukses yah..
Alhamdulillah. Iya Rin, kamu tahu ga dimana Fatimah sekarang?
Ha? Fatimah? Emang kamu ga tahu? Dia kan..
Dia kenapa?
Dia kan udah gak ada. 3 tahun lalu dia bunuh diri. Kamu bener ga tahu?
Haa? Bunuh diri? Yang bener kamu! Fatimah ga mungkin ngelakuin itu. Mana mungkin dia bunuh diri. Kamu pasti bohong.
Ga Ed, mana mungkin aku berani bohong dan main-main kalo soal yang kayak gini. Aku juga waktu itu kaget banget dan ga percaya kenapa Fatimah bunuh diri. Namun setelah aku mendengar cerita dari mamanya. Katanya dia bunuh diri karena kehilangan orang yang ia sayang, aku pun sebagai sahabatnya ga tahu siapa orang yang dia sayang itu. Fatimah emang sahabat aku, namun soal hati ia sangat tertutup.
Tiba-tiba kakiku hilang keseimbangan. Aku terjatuh dalam air mata. Aku shock karena merasa bersalah.
Ini semua salahku. Kalau saja waktu itu.....
Kenyataan ini membawa kenangan bersama Fatimah dulu yang sekejap menyambar pikiranku, slide demi slide tergambar dibenakku ketika Fatimah tertawa, tersenyum, menyanyi, makan bahkan sampai pada saat Fatimah menerima pernyataan cintaku.
Dan sekarang semua telah sirna hilang dalam bayang.
Aku kembali dijatuhi hujan sampai di pelupuk hati, hingga aku tak
sadar berada di pangkal hati yang mana sekarang?

Komentar
Posting Komentar