PENGALAMAN LPDP anak baper



Padahal baru se-hari aku meninggalkan rumah. Tapi rasanya sudah sekangen ini. Lucu memang tapi sedikit ada rasa sayang di hati untuk meninggalkan orang tua. Ama dan aba. Orang yang sangat penting bagiku.

Ini untuk kali kedua aku meninggalkan mereka. Pergi merantau untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang magister. Terlihat seperti bahagia bukan? Sesungguhnya tidak semudah yang terlihat. 

Aku bukanlah orang yang berlatar belakang memiliki banyak uang juga merupakan bagian dari keluarga yang kaya. Sekali lagi bukan. Aku hanyalah anak dengan latar belakang sederhana tapi cukup bahagia. Masih punya orang tua yg lengkap, ama, aba, kakak, adik, bibi, dan ponakan di-usia yg setengah perjalanan hidup. Dan aku sudah cukup bahagia dengan memiliki mereka di kehidupanku. Pacar? Rahasiah-lah. Hehe

Aku berlatar belakang pendidikan kimia. Setidaknya cukup-lah untuk menjawab pertanyaan teman-teman tentang kasus Jessica-Mirna. Mempersiapkan diri melanjutkan pendidikan magister pengajaran kimia di ITB Bandung. 

Melanjutkan pendidikan magister di ITB bukanlah dukungan dari dana keluarga tapi dukungan sponsor tepatnya beasiswa LPDP. Aku berhasil dikasihani pihak LPDP untuk melanjutkan studi dengan kemampuan finansial terbatas tapi memiliki keinginan yang tinggi untuk melanjutkan studi tentunya niatnya adalah untuk memajukan dan membuat Indonesia menjadi lebih baik dari aspek pendidikan karena aku yang memiliki basic sebagai tenaga pengajar.

Banyak kegagalan yang sebelumnya menjadi hambatan bagiku untuk apply beasiswa ini actually. Seperti berkali-kali gagal dalam test toefl ITP dari scor terendah sampai masih dianggap rendah. Menyedihkan bukan?

Bayangkan saja scor toefl berikut : 397 (test pertama), 389 (test kedua), 423 (test ketiga). Catatan : Tiap kali test bayarnya 550 ribu rupiah. Hitung saja berapa biaya yang telah dikeluarkan demi test toefl ITP? Belum lagi kalau hasil yang didapat malah tidak mencapai target. Menyedihkan bukan? Wahaha

Hampir menyerah setelah test kedua. Tapi untung niat menyerah itu diurungkan. So, ayo jangan menyerah. (ngomong ama sape lo?)

Setelah berkas toefl ITP terpenuhi dengan bekal scor 423. Aku kemudian mencoba apply beasiswa LPDP batch 2 tahun 2016 dengan kampus tujuan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Eh lulus berkas dan lanjut ke tahap wawancara di Makassar bulan mei 2016. 

Proses LGD (Diskusi tanpa pemimpin) dan WOTS (Penulisan esai) sih lancar-lancar aja. Setidaknya itu yang aku pikir. Tapi tidak dengan proses wawancara. Kenapa? Karena interviewernya sama sekali tidak paham dengan study plan yang aku tawarkan. Beberapa kali mereka terlihat seperti bingung ketika aku menjelaskan panjang lebar tentang study plan tsb. Apakah aku yang terlalu jenius atau akal aku yang tidak sampai. Maybe pilihan kedua. Wkwk

Benar saja. Aku dinyatakan “Tidak lulus wawancara” pada batch kedua LPDP tahun 2016.

Kalau saja aku menyerah setelah pengumuman ketidak lulusan tsb maybe sekarang aku masih menjadi seorang pengangguran dengan mimpi yang tinggal mimpi.

Tidak seperti awardee senior yang bilang “intinya adalah kesiapan berkas dan penguasaan materi tentang berkas yang dibuat”

Diuji coba yang kedua, pada Batch 3 LPDP tahun 2016 Aku malah mengikhlaskan segala sesuatunya pada Allah SWT. Mulai dari pengisian esai sampai pemilihan kampus pula study plan yang  bisa dibilang sangat belum fix. Aku hanya bermodalkan “kalau LPDP memang takdirku, maka tidak ada alasan bagiku untuk tidak dipertemukan dengannya, aku hanya cukup menjalaninya seikhlas mungkin karena Allah telah menyiapkan yang lebih baik bagi kita di depan sana” Terdengar dalam bukan? Tapi itulah senjata yang paling ampuh bagiku.Karena dengan terus melangkah dan pantang menyerah berarti membuka peluang sukses dari pada berhenti dan merenung akan kegagalan yang hanya bersifat sementara.So ayo semangat. Haha

Ada cerita menarik pada wawancara batch 3 LPDP yaitu aku yang udah BAPER duluan sebelum masuk ke ruangan wawancara sebab kalian tahu bahwa LPDP hanya memberikan 2 kali kesempatan wawancara seumur hidup untuk mendapatkan beasiswa ini. Dampaknya adalah aku terlihat begitu menyedihkan dan tak bersemangat dalam menjawab pertanyaan pewawancara. Namun dengan niat ikhlas, humble, jujur dan memiliki niat yang amat besar untuk melanjutkan pendidikan dan mau bermanfaat bagi INDONESIA maka aku berhasil meyakinkan mereka bahwa LPDP butuh orang se-BAPER aku. Apasih? Bhaha

Berikut pertanyaan-pertanyaan mematikan seputar wawancara.
“Apakah anda pantas jadi awardee LPDP! Kenapa?”
“Pernah menerobos lampu lalu lintas? Jika iya. Apa yang anda rasakan? Apa anda merasa puas atau bahkan senang?”
“Ceritakan study plan anda! Mau jadi apa setelah lulus?”
“Anda mau bermanfaat di bidang apa? Dibutuhkankah di Indonesia?”
“Pernahkah anda dihadapkan pada situasi yang anda tidak suka? Bagaimana cara anda mengatasinya?”
“Bagaimana pendapat teman-teman anda ketika anda menjelaskan sesuatu? Apakah mereka mengerti?”
“Anda tipe pemimpin seperti apa?”
“Ceritakan organisasi yang paling berkesan dalam hidup anda?”
“Kenapa mau lanjut kuliah?”
“Sudah lihat silabus kampus tujuan anda?”
“Kenapa pilih kampus itu?”
.........dan masih banyak lagi sih. Intinya jawab dengan jujur sebab pihak LPDP mencari seseorang yang memiliki kemampuan emosional yang mumpuni dan tidak dibuat-buat. Jangan lupa “mau bermanfaat untuk INDONESIA, sekecil apapun kontribusi yang bisa anda tawarkan. Kuncinya bisa anda realisasikan.”

Mau tahu bekal yang paling ampuh? Doa kedua orang tua.

Finally, dukungan dari para terkasih juga sangat penting dan aku sangat berterima kasih. Berikut aku sebutkan satu per satu, Allah SWT, ama, aba, adik, kakak, citra (yang udah banyak banget membantu), temen-temen SBP, Bajukertasku, english club, JECC, ponakan, saudara, para saingan, senior, suhu-suhu SBP, Pak Bahar (Dosen wali yg ngasih rekomendasi), Ibu siti, sahabat-sahabat (Nizar, Nanda, Fade, Uma, Ten, Ino, Wiwi), ka kasmir, ka Puji, Reni,Ani, Intan, Dening, Komo, Vikhy dan seterusnya. Wkwk
TERIMA KASIH.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cowok Penjual Tisu

PENENTUAN KALSIUM BATU KAPUR

SUDAHKAH KITA PEDULI?