Climate Changes, Masyarakat Kota Palu Harus Bertindak.
Bukti dari telah terjadi perubahan iklim di kota
Palu adalah dengan semakin tingginya suhu udara dari hari ke hari. Tercatat
bahwa rata-rata suhu udara kota Palu pada siang hari di bulan agustus 2017 adalah 32°C (http://weather.com) Pantas saja kota Palu serasa
memiliki dua matahari. Bukan hanya karena wilayah kota Palu yang berada tepat
di bawah garis katulistiwa, tapi juga karena deforestasi untuk
kepentingan bersama (katanya) oleh penguasa dan perilaku lainnya seperti
tindakan boros penggunaan energi dan atau tidak bisa menjaga lingkungan dengan
baik.
Tingginya suhu udara dapat menyebabkan kebakaran
hutan seperti yang terjadi di kota Parigi dan beberapa wilayah di Kalimantan
beberapa waktu lalu. Bahkan kebakaran tersebut berdampak hingga di wilayah asia tenggara dan
udara yang dihasilkannya sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika suhu
bumi semakin meningkat, maka hutan di wilayah dengan suhu tinggi berpotensi besar
terjadi kebakaran.
Lalu
apa yang bisa kita perbuat?
Metode
yang tepat menangani perubahan iklim adalah dengan adaptasi dan mitigasi.
Adaptasi berarti menyesuaikan diri dari perubahan iklim yang sedang terjadi,
seperti mengurangi penggunaan boros energi (tidak mengunakan air bersih secara
berlebihan), tidak membakar sampah, tidak menebang pohon sembarangan (kasus
besarnya adalah illegal loging) dan sebagainya. Sementara mitigasi merupakan
serangkaian upaya mengurangi resiko bencana baik melalui pembangunan fisik
maupun penyadaran diri untuk mengurangi dampak dari bencana. Dua hal ini tentu
saja bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tapi juga menjadi tanggung
jawab kita semua.
Sebagai
pemuda, saya merasa bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi sekarang,
terhadap warna laut di teluk palu yang kian hari kehilangan warna aslinya,
terhadap sampah (organik & anorganik) yang semakin menggudang, lalu oksigen
yang semakin menipis akibat polusi kendaraan dan perusahaan. Jika kemudian kita
hanya berdiam diri dan membiarkan hal-hal tersebut diatas, maka resiko bencana
tidak hanya akan menjadi sebuah wacana.
Seperti
yang telah saya paparkan sebelumnya bahwa perubahan iklim adalah tanggung jawab
kita semua maka kita harus bergerak, kita harus punya strategi untuk mencegah
terjadinya resiko bencana di masa yang akan datang, seperti melakukan SADAR
ENERGI bahwa kita harus meminimalisir penggunaan energi (air dan listrik),
menghijaukan lingkungan, mengurangi penggunaan sampah plastik seperti mengganti
plastik dengan kain, dan mengolah sampah menjadi sesuatu yang bernilai.
Kemudian, langkah-langkah kecil ini akan berefek luas ketika kita membangun
suatu komunitas pecinta lingkungan dan di kota Palu telah banyak
komunitas-komunitas pecinta lingkungan, seperti BAJUKERTASKU, EART HOUR,
PEDULIKU, Youth For Climate Change (YFCC) Palu, dll. Bergabunglah bersama
mereka atau bangun komunitasmu sendiri.
Perubahan
iklim bukanlah suatu wacana, tapi sesuatu yang sedang terjadi, mempertahankan,
menjaga dan mengembangkan lahan hijau kota adalah solusi yang baik dalam
memperlambat terjadinya perubahan iklim. Maka kita semua memiliki peran untuk
mewujudkan solusi tersebut.

Komentar
Posting Komentar